Kamis, 17 Januari 2013

Asuhan keperawatan anak


1.      Pengertian Bronkopnemonia

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli. (Sujono Riyadi Sukarmin, 2009:67). Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan produktif. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008:111).
Pneumonia Lobularis(Bronkopneumonia)adalah inflamasi parenkim paru yang terjadi pada ujung akhir brokiolus, yang tersumbat oleh eksudat makopurulen untuk membentuk bercak konsulidasi lobus yang ada di dekatnya.  (Ngastiah, 2005 :58)

Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas keparenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer& Suzanne C, 2002 : 572). Bronkopneumonia adalah infeksi pernapasan akut bagian bawah (bronkus) yang kemudian mengenai parenkim paru. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2, 2000:465).
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang meluas ke ujung bronkioli yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan produktif.

2.      Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Organ-organ pernapasan terdiri dari 2 bagian yaitu, pertama yang menuju ke paru-paru terdiri dari hidung, faring, laring dan trakea. Kedua di dalam paru-paru terdiri dari bronkus, bronkiolus, alveolus dan duktus alveolaris (Watson, 2002:296).



Gambar 2.1
Paru-Paru

a.      Hidung
Hidung bagian luar (eksternal) merupakan bagian hidung yang terlihat, dibentuk oleh dua tulang nasa dan tulang rawan. Keduanya dibungkus dan dilapisi oleh kulit dan disebabkan dalamnya terdapat bulu halus (rambut) yang membentuk mencegah benda-benda asing masuk kedalam hidung. Kavun nasalis adalah salah satu lubang besar yang dipisahkan oleh sptum. Terdapat tiga konka nasalis yaitu konka nasalis bagian atas, tengah, dan bawah. Ketiga konka nasalis tersebut diproyeksikan kedalam rongga nasal apada setiap sisi sehingga memperbesar luas permukaan bagian hidung. Rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa bersilia yang memiliki banyak pembuluh darah. Beberapa tulang disekitar rongga asal memiliki lubang diesbut sinus paranasalis, yeng memperlunak tulang dan berfungsi sebagai ruang bunyi suara, menjadikan suara beresonansi. Terdapat 3 macam sinus terdiri dari sinus maksilaris, sinus frontalis, dan sinus sfenoidalis. Semua sinus paranasalis dilapisi oleh membrane bermukosa san semua terbuka kedalam rongga nasal, dimana mereka dapat terinfeksi. 
b.      Faring
Bagian atas faring dibentuk oleh badan tulang sfenoidalis dan sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan esopagus. Pada bagian belakang, faring dipisahkan dari vertebrata servikalis oleh jaringan penghubung, sementara dinding depannya tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung, mulut dan laring. Faring dibagi kedalam dua bagian, nasofaring yang terletak di belakang hidung, orofaring yang terletak di belakang laring.
c.       Laring
Merupakan bagian bawah orofaring dan bagian atas trakea. Disebelah atas laring, terletak tulang hioid dan akra lidah. Otot leher terletak di depan laring dan dibelakang laring terletak laringofaring dan vertebrata servikalis. Pada sisi lain terdapat lubang kelenjar tiroid. Laring disusun oleh bebrapa tulang rawan tidak beraturan yang dipersatukan oleh ligament dan mebrane-membran. Terdapat tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoideus, epiglottis, tulang hyoid dan tulang rawan laringeus.
d.      Trakea
Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan berdiameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring apad area vertebrata serviks keenam sampai area vertebrata torak kelima. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C.
Terdapat istmus kelenjar tiroid memotong bagian depan trakea dan lengkung aorta terletak disebelah bawahnya, dengan “menybrium sternum” di depannya. Esofagus terletak dibelakang trakea, memisahkannya dari badan vertebrata torasik. Pada sisi lain trakea terdapat paru-paru. Dinding trakea tersusun atas otot involunter dan jaringan fibrosa yang diperkuat  oleh cincin tulang rawan hyaline yang tidak sempurna. Trakea dihubungkan dengan epithelium yang mengandung sel-sel “goblet” yang menyekresi mukus.

e.       Bronkus
Percabangan bronkus dimulai pada trakea yang bercabang dua, setiap cabang tersebut masuk kedalam setiap paru. Bronkus utama masuk sebelah kiri lebih sempit, lebih panjang dan lebih horizontal dari apad bronkus utama sebelah kanan. Setiap bronkus dibagi kedalam cabang-cabang, satu cabang, satu cabang untuk setiap lobus. Setiap cabang kemudian dibagi menjadi cabang-cabang, satu cabang untuk setiap segmen bronkopumoner dan dibagi lagi menjadi bronkus yang lebih kecil kedalam paru-paru.

f.       Bronkiolus
Bronkiolus merupakan bronkus yang paling halus, tidak memiliki tulang rawan. Disusun oleh mukulus, fibrosa dan jaringan elastis yang dihubungkan dengan kuboid epithelum. Bronkilus ialah suatu lapisan sel-sel epitel yang diratakan.
g.      Alveoli dan Duktus Alveolaris
Bronkiolus terminal bercabang secara berulang untuk membentuk saluran yang disebut duktus alveolar. Terdapat kantung alveolar dan alveoli terbuka. Alveoli dikelilingi suatu jaringan kapiler. Darah yang mengalami deoksigenasi memasuki jaringan kapiler arteri pulmoner dan darah yang mengandung oksigen masuk ke dalam vena pulmoner. Pada jaringan pipa kapiler berlangsung pertukaran gas antara udara didalam alveoli dan darah di dalam pembuluh darah.
h.      Paru-paru
1.                  Paru-paru adalah alat pernapasan utama dan berbentuk piramis seperti
spons dan berisi uadara terletak dalam rongga toraks.
a)  Paru kanan memiliki tiga lubus (lubus dextra superior, lobus dextra media, lobus dextra inferior) dan paru kiri memiliki dua lobus (lobus sinistra inferior dan lobus sinistra superior).
b)                  Setiap Paru memiliki sebuah aspek yang mencapai bagian atas iga
pertama sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas difragmatik (bagian dasar) terletak diatas diafragma sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dan paru lain oleh mediastinumdan permukaan kosta terletak diatas kerangka iga.

2)                  Pleura adalah sebuah membran yang membungkus setiap paru.
a)                  Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,
mediastinum).
b)                  Pleura visceral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura
parietal dibagian bawah paru.
c)                  Rongga pleura (ruang intapleura) adalah ruang potensial anatara
pleura parietal dan visceral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleura sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intrapleura) agak negatif di bandingkan atmosfir. (Sloane, 2004:268 & Watson, 2002:302).

3.      Etiologi
Menurut Sujono Riyadi Sukarmin (2009:67) penyebab utama terjadinya bronkopneumonia yaitu :
a.   Bakteri (Streptocucus pneumonia, staphilicocus aureus, hemophillius
influenza).
b.  Virus (Respiratory Syntical Vius, denovirus, simpleks).
c.   Jamur (aspergillus, hitoplasma).
d.  Aspirasi benda asing (makanan, cairan lambung)

4.      Patofisiologi Brochopnemonia
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organism patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Mikroorganisme masuk kedalam saluran pernapasan dan lolos dari pertahanan sistem tubuh (bulu hidung, mucus, silia, antibodi). Mikroorganisme yang masuk kedalam saluran pernapasan menetap pada bronkus dan aleveoli sehingga menimbulkan proses peradangan karena nutrisi pada tubuh inedekuat dan difisiensi imunitas sehingga imunitas dan jaringan paru tidak mampu mempertahankan infeksi dan menyebabakan peradangan kronik yang meluas pada segmen dan lobus paru sampai akhirnya terjadi bronkopneumonia atau apredangan pada area paru.
Konsolidasi dan nekrotik pada jaringan parenkim paru menyebabkan peningkatan produksi mucus sehingga terjadi penyempitan saluran napas, ekspansi paru menurun menimbulkan sesak sampai akhirnya terjadi gangguan oksigenasi.
Bronkopneumonia juga bisa menyebabkan nyeri pleuritik (nyeri dada) akibat timbul gesekan pada cairan pleura yang disebabkan karena iritasi pleura.
Pada klien bronkopneumonia biasa terjadi gangguan termoregulasi (demam) karena terjadi proses peradangan pada paru. Peradangan pada paru meningkatkan metabolisme tubuh sehingga penguapan cairan tubuh meningkat dan menyebabkan terjadinya resiko tinggi kekurangan volume cairan.
Pada penyakit bronkopneumonia infeksi dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membran kapiler di sekitar tempat yang terinfeksi.
Akibat kerusakan jaringan paru menimbulkan kompensasi tubuh yaitu melakukan perbaikan jaringan dengan cara peningkatan kebutuhan nutrisi karena defisiensi nutrien, maka terjadi katabolisme cadangan nutrien dalam tubuh yang menyebabkan kelemahan dan menimbulkangangguannutrisi.






5.      Gambaran Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak 39-40 0C dan kadang disertai kejang karena demam tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.batuk biasanya tidak ditemukan dalam permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.

6.      Manajemen medic
Pengobatan umum penderita bronkopneumonia dengan pemberian antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, tetapi karena hal itu membutuhkan wakru dan pasien perlu terapi secepatnya maka diberikan :
a.       Penisilin 50.000 u/kg bb/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgbb/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan 4-5 hari.
b.      Oksigen sesuai kebutuhan.
c.       Pemberian cairan intra vena, biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9% dalam perbandingan 3:1, jumlah yang diberikan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan tanda dehidrasi.
d.      Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untu memperbaiki transport mukosilier.
e.       Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.





7.      Dampak penyakit bronchopnemonia terhadap sistem tubuh
Penyakit bronkopneumonia dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem tubuh diantaranya :
a.  Sistem Pernapasan
        Adanya infeksi pada bronkus akan mengaktifkan respon imun dan peradangan, sehingga dapat terjadi pembengkakan dan edema jaringan pada area yang terinfeksi. Reaksi peradangan tersebut dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan sekret/lendir pada bronkus dan saluran pernapasan lain. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya dispnea, pernapasan cepat dangkal, pernapasan cuping hidung, batuk produktif dan bunyi ronchi. (Corwin, 2001:408-409).
b.      Sistem Persarafan
Pusat pernapasan (medula oblongata) merespon reaksi sesak dengan meningkatkan kerja otot-otot pernapasan, sehingga berpengaruh terhadap RAS (Retilularis Aktivity System) yamg menyebabkan klien tetap terjaga (klien dapat beristirahat tau tidur). Invasi kuman pasa saluran pernapasan yang menimbulkan rekasi peradangan sehingga merangsang pengeluaran zat kimia (serotonim, raditinin dan enzim proteulitik) kemudian merangsang impuls sarap sekitar yang dihantarkan ke thalamus dan cortek cerebri sehingga nyeri depresepsikan. (Corwni, 2001:395-396).
c.       Sistem Kardiovaskuler
Kapasitas vital dan compliance paru yang menurun, dan aliran darah mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perousi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia, dan kerja jantung mengalami peningkatan menyebabkan nadi kuat dan cepat sera tekanan darah meningkat. (Silvia Anderson Price, 2005).
d.      Sistem Pencernaan
Penurunan suplai oksigen ke otak merangsang nervus dalam menyampaikan refleksi lokal ke vaso, impuls dibawa ke medula oblongata lalu dihantarkan ke efferent thalamus bagian medial sebagai pusat kenyang maka terjadi anoreksia dan berat badan yang menurun. (Silvia Anderson Price, 2005).
e.       Sistem Muskuloskeletal
Penurunan suplai oksigen ke jaringan akan menghambat pembentukan ATP dan ADP sehingga menyebabkan kurangnya energi dan terjadi kelemahan otot. (Silvia Anderson Price, 2005).
f.       Sistem Perkemihan
Reaksi radang menyebabkan demam, sehingga terjadi diaforesis, proses diaforesis menyebabkan peningkatan dalam pelepasan ADH (Anti Diuretik Hormon) dari hifosis sehingga aliran darah medula menurun hipertonisitas interstisial meningkat menyebabkan hipernatremia, urin kental warnanya lebih pekat. (Silvia Anderson Price, 2005).
g.      Sistem Integumen
Apabila sejumlah besar hemogoblin dalam darah tidak berikatan maksimum dengan molekul oksigen maka mengakibatkan terjadinya sianosis. Proses infeksi pada saluran pernapasan akan menimbulkan reaksi peradangan seperti demam dan diaporesis. (Corwin, 2001:406).

8.      Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada penyakit bronkopneumonia menurut Cecily L.Betz (2002:386) adalah :
      a.    Pemeriksaan radiologis (foto thoraks) pada bronkopneumonia lobularis (bronkopneumonia) memberikan gambaran bervariasi, seperti :
1.  Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia.
2.  Bercak infiltrate pada suatu atau beberapa lobus.
3.  Gambaran bronkopneumonia difusi atau infiltrate pada pneumonia stafilakokus.
      b.    Nilai analisis gas darah untuk mengevaluasi status kardiopulmuner sehubungan dengan oksigenasi.
       c.    Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebabnya seperti virus dan bakteri.
      d.    Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens penyebab seperti virus dan bakteri.
      e.    Pemeriksaan darah rutin akan menunjukan adanya leukositosis berat (bisa sampai 20.000 sel/ mm3) nilai normalnya (4000-9000).
        f.    Uji tuberculin (uji mantoux) pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakan diagnosis tuberkulosis. Uji tuberculin penting artinya pada anak kecil jika diketahui adanya konversi dari negatif. Uji tuberculin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein karena adanya infeksi. Tuberculin yang biasa dipakai adalah old tuberculin (OT) dan Purified Protein Derivate (PPD). Pengenceran OT dan PPD yang biasanya dilakukan adalah dosis baku tuberculin uji mantoux ialah 0,1 mm PPD-RT 23-TU atau OT 1/2000 yang disuntukan intrakutan. Pembacaan tes ini dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi). (Ngastiah, 2005:69).

A.    Konsep anak usia Infant
1.         Konsep tumbang
Aspek tumbuh kembang pada anak saat ini adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan secara serius. Hal tersebut merupkan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial :
1)                  Pertumbuhan
Pertumbuhan  adalah peningkatan jumlah ukuran sel pada saat membelah diri dan mensintesis protein baru ; menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagian bagian sel. (Donna L wong, 2009 ; 109)

Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. (Whaley dan wong 2000, dikutip oleh azis alimul hidayat, 2005 : 15)



a.                Berat Badan
                       Menurut behrman, 1992 untuk memperkirakan berat badan pada kelompok anak usia ini dapat digunakan rumus sebagai berikut :
28 hari-12 bulan = umur (bulan)+9
                                    2
Jadi berdasarkan rumus tersebut padausia infant memiliki berat badan antara 6-7,4 kg.
b.               Tinggi Badan
                       Menurut behrman, 1992 untuk memperkirakan  badan pada kelompok anak usia ini dapat digunakan rumus sebagai berikut :
TB = Umur 6 bulan   = 66 cm
Berdasarkan rumus diatastinggi badan anak usia infant yaitu 66 cm.
c.                Lingkar Kepala
                       Besarnya lingkar kepala lebih besar daripada lingkar dada pada usia 6 bulan  26-28 cm, pada usia 1 tahun 46 cm dan pada usia 2 tahun 49 cm.
d.               Lingkar dada
                       Ukuran normal lingkar dada sekitar 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala ukurlah lingkar dada sejajar dengan puting. (Mascuri, 2005:27).
e.                Lingkar Lengan Atas
                       Pertambahan lingkar lengan atas ini relatif lambat. Saat lahir lingkar lengan atas sekitar 7 cm dan pada tahun pertama lingkar lengan atas 11 cm. (Soetjiningsih, 2000:41).
f.                Perubahan Fontanel
                       Saat lahir, bagian terlebar fontanel anterior yang berbentuk berlian berukuran sekitar 4-5 cm, fontanel ini menutup pada usia 12 dan 18 bulan. Sedangkan fontanel posterior yang berbentuk segitiga sekitar 0,5-1 cm, fontanel ini menutup pada usia 2 bulan. (Mascuri, 2005:27).

2)                  Perkembangan
            Perkembangan adalah serangkaian kemampuan yang bertambah dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam polayang teratus sebagai hasil dari proses pematangan . (Ngastiyah 2005 : 2)
Pengukur perkembangan anak, dapat dilakukan dengan menggunakan Teknik Pemeriksaan Denver II Developmental Screening Tes (DDST). Aspek yang di ujikan dalam tes ini diantaranya :

3)                  Motorik Kasar
            Dalam perkembangan motorik kasar anak sudah mampu berguling, telungkup dan terlentang pada sekitar umur 6 bulan anak mampu membalik, duduk tanpa di pegang .
4)                  Motorik Halus
Perkembangan motorik halus anak mampu mengangguk-ngangguk dan memindah kan kubus.
5)                  Personal Sosial
Pada perkembangan persoanl sosial anak Mulai mengenali orang tuanya dan sudah bisa menepukan tangannya.
6)                  Bahasa
Kemampuan bahasa anak sudah mulai mengikuti bunyi-bunyian, mengoceh meyerupai satu suku kata ma,mu,da,di dan menoleh ke arah suara.



2.      Konsep hospitalisasi
Hospitalisai merupakan suatu proses yang kavena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa sumber mendapatkan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress.
Berbagai rasa takut dan rasa bersalah di alami sebelumnnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, persaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan penyakitnya. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang sama. (Yupi, Supartini, 2004:188).
Peran perawat dalam meminimalkan stress akibat hospitalisasi pada anak usia infant adalah sangat penting perawat perlu memahami konsep hospitalisasi dan prinsip asuhan keperawatan mulai dari pendekatan proses keperawatan.
a.       Stressor Pada Anak Usia infant Yang Di Rawat  Di Rumah Sakit
Anak usia infant bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stressnya. Sumber stress yang utama adalah cemas, marah, sedih, takut, karena menghadapi sesuatu yang baru yang belum pernah di jumpai sebelumnya. Rasa tidak aman dan tidak nyaman, persaan kehilangan sesuatu yang biasa di alaminya dan sesuatu yang dirasakan menyakitinya.
Reaksi bayi terhadap hospitalisasi sangat individual bergantung pada tahap perkembangan, pengalaman sebelumnya terhadap perawatan di Rumah Sakit. Sistem pendukung yang ada dan kemampuan koping yang dimiliki. Bayi usia 6 bulan menoleransi hospitalisasi jangka pendek dengan baik apabila didampingi oleh seseorang pengasuh yang memiliki kebutuhan fisik secacra konsisten.
b.      Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi
1)         Perasaan Cemas dan Takut
Persaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anaknya dilakukuan invasife seperti pengambilan darah, injeksi, infus, dilakukan lumbal fungsi dan prosedur invasife lainnya. Pada saat dilakukan tindakan tersebut orang tua bahkan menangis karena tidak tega melihatnya.
Komunikasi pada bayi dilakukan dengan menggunakan suara, sentuhan dengan belaian, ciuman (taktil) ataupun gerakan rangsangan taktil sangat kuat maknanya bagi bayi untuk meningkatkan rasa aman.
2)         Perasaan Sedih
Perasaan sedih ini muncul terutama pada anal dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya bisa sembuh. Bahkan pada saat menghadapi anaknya yang menjelang kematian. Rasa sedih dan berduka akan dialami orang tua. Di satu sisi orang tua di tuntut untuk berada di samping anaknya untuk memberikan bembingan spritual pada anaknya.
3)                  Perasaan Frustasi
Pada kondisi pada anak yang sudah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya hubungan psikologis yang diterima orang tua baik keluarga maupun dari kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kali orang tua menunjukan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan bahkan menginginkan pulang paksa. (Yupi, Supartini, 2004:192-194).

3.      Konsep komunikasi dengan usia inflant
Komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu, dan menggunakan umpan balik sebagai masukan terhadap proses yang dijalankan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu : situasi/suasana, waktu dan kejelasan pesan. (Yupi, Supartini, 2004:83).
Inflant( 6 bulan - 1 tahun) belum mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal dengan efektif. Komunikasi mereka kaya dengan ungkapan isyarat nonverbal dan komunikasi verbal yang sederhana. Mendorong tangan pemeriksa dan menangis merupakan ungkapan perasan takut, cemas atau kurang pengetahuan. Anak Inflant menerima komnikasi verball dari orang lain secara harfiah sehingga mengatakan , “ saya dapat melihat semua lorong dalam perutmu bila kamu membuka mulut akan berarti tepat seperti itu pada anak Inflan . anak Inflant mempunyai kemampuan memori awal dan membangun rasa percaya tetapi mereka tidak mampu memahami hall-hal abstrak dan menjadi frustasi serta takut dengan fase-fase yang tampak biasa bagi orang dewasa. Persepsi terancam diperkuat dengan pemahaman yang tidak ade kuat terhadapsituasidan keterbatasan pengetahuan terhadap sumber-sumber yang tersedia.
Dalam berkomunikasi dengan Inflant, perawat perlu menggunakan istilah-istilah yang pendek dan konkret. Penjelasan dan deskripsi perlu diulang beberapa kali. Alat-alat peraga seperti boneka membantu penjelasan. Anak pada usia ini menghubungakan sifat magis pada benda tidak bernyawa sehingga bermanfaat untuk membiarkan mereka memegang alat dan mengatakan kepada mereka yang sebenarnya, dengan istilah yang konkret, apa yang dilakukan alat itu dan bagaimana rasanya. Pengunaan objek yang menyenangkan dan akses keorang tua harus dilakukan selama pengkajian, sepertihalnya untuk bayi. (joyce engel, 2009 : 5)

B.     Proses perawatan penyakit Bronchopneumonia
Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhungan. (Aziz Alimul Hidayat, 2008:95).






1.      Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001:17).
a. Pengumpulan data
Merupakan upaya untuk mengumpilkan data yang dapat digunakan sebagai informasi tentang klien.
1. Identitas
a) Identitas Kilien
               Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, nomor rekam medik, diagnosa medis, pemberi informasi, tanggal masuk rumah sakit, serta tanggal pengkajian.
b) Identitas Penanggung Jawab
               Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a) Alasan Masuk Perawatan
         Kronologis yang menggambarkan perilaku klien atau keluarga dalam mencari pertolongan.
b) Keluhan Utama
         Keluhan utama yang biasa ditemukan pada klien dengan bronkopneumonia adalah sesak napas dan suhu tinggi (>37ºC).
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
         Merupakan uraian keluhan utama secara kronologis dengan menggunakan analisa PQRST, yaitu :
     P : Paliatifyaitu apa yang menyabakan gejala sesak meningkat  pada kasus ini? Apa yang dapat memperberat dan mengurangi permasalahan keluhan demam tersebut?
     Q : Quality-Quantity yaitu bagaimana tingkat keparahan keluhan sesak dirasakan dan sejauh mana gejala dirasakan?
     S : Severity yaitu seberapakah tingkat keparahan dari keluhan sesak yang dirasakan? Pada rentang nilai berapa sesak yang terjadi?
     T : Time yaitu kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala yang dirasakan? Tiba-tiba atau bertahap? Seberapa lama gejala dirasakan?
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
         Menguraikan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien, cedera atau, riwayat operasi klien sebelumnya, apakah pernah mengalami penyakit yang serupa dalam setahun kebelakang, apakah ada hubungan atau tidak dengan riwayat kesehatan yang sekarang, faktor pencerus dan memperberat dari penyakit bronkopneumonia, misalnya ISPA. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya bronkopneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun misalnya KEP (Kurang Energi dan Protein), penyakit menahun, trauma. Anastesi, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
         Perlu dikaji apakah ada atau tidak keluarga yang pernah sakit seperti yang pernah diderita oleh klien. Apakah ada riwayat penyakit keturunan atau menular di keluarga seperti hipertensi, penyakit jantung, serta apakah ada yang mempunyai penyakit infeksi menahun atau saluran pernapasan.
f) Riwayat Pola Hidup Dalam Keluarga
         Menguraikan tentang adakah faktor lingkungan yang menjadi pencetus dan memperberat dari penyakit pneumonia. Menguraikan tentang pola atau gaya hidup dari keluarga seperti merokok (kibiasaan merokok dekat dengan klien atau jauh), nutrisi (pola makan seimbang atau tidak). Menguraikan struktur rumah keluarga klien seperti jumlah jendela dalam rumah dan kamar, ventilasi dalam rumah dan kamar.

3.  Riwayat Imunisasi
Kaji jenis imunisasi yang telah diberikan, adapun imunisasi yang harus sudah lengkap yaitu :
No
Umur (Waktu) Pemberian
Jenis Imunisasi Yang Diberikan
1
2
3
4
5
6
0-7 Hari
1 Bulan
2 Bulan
3 Bulan
4 Bulan
9 Bulan
HB 0
BCG, Polio 1
DPT/HB 1, Polio 2
DPT/HB 2, Polio 3
DPT/HB 3, Polio 4
Campak
frekuensi dan waktu pemberian, efek samping dan alasan bila tidak melakukan imunusai.
4. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan
(1)      Berat badan
(2)      Tinggi Badan
(3)      Lingkar kepala dan lingkar lengan atas
b.   Perkembangan
Pengukuran perkembangan anak usia  1 tahun sampai 3 tahun dapat dilakukan dengan menggunakan Teknik Pemeriksaan Denver II Developmental Screening Tes (DDST) yang meliputi motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal sosial.
5. Riwayat Psikososial
Pada klien bronkopneumonia dengan usia infant akan mengalami efek hospitalisasi dengan reaksi yang sering timbul anak menangis kuat, menjerit, menolak perhatian yang diberikan orang lain, sehingga menimbulkan persaan cemas dan takut pada orang tua.
Maka dari itu seorang ibu dapat melakukan komunikasi secara non verbal dengan memberi dorongan penerimaan dan persetujuan dari anak, salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dan menggali perasaan dan fikiran anak saat melakukan komunikasi.

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari Klien Sebelum dan Selama Sakit
a.    Pola Nutrisi Elektrolit
Kaji frekuensi makan, porsi makan, makanan pokok, nafsu makan, pantangan dan alergi terhadap makanan, kaji penurunan/ peningkatan BB, mual muntah, serta kaji frekuensi minum, jumlah dan jenisnya serta keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan bronkopneumonia biasanya terdapat gejala mual dan muntah, serta kurangnya nafsu makan sehingga beresiko terhadap perubahan nutrisi.
b.   Pola Eliminasi
           Kaji frekuensi BAB dan BAK, konsistensi, warna dan keluhan yang dirasakan. Pada klien bronkopneumonia biasanya produksi urine menurun akibat kurangnya intake cairan tubuh dan dapat menyebabkan diare akibat penyebaran infeksi.
c.    Pola Istirahat dan Tidur
           Kaji waktu tidur, lamanya tidur siang/malam, kebiasaan menjelang tidur, kebiasaan yang membuat anak nyaman saat tidur. Biasanya anak akan sulit tidur adanya sesak, batuk dan nyeri dada, sehingga gelisah dan sulit tidur.
d.   Pola Persoanl Hygeine
           Kaji frekuensi mandi, oral hygein, cuci rambut, dan gunting kuku.

7.   Pemeriksaan Fisik (head to toe)
a.    Kepala
           Bentuk dan kesimetrian, warna rambut, pertumbuhan rambut, keberihan rambut, terdapat luka/tidak, lingkar kepala dan kerontokan.
b.   Mata
           Bentuk mata kesimetrian mata kira dan kanan, alis dan bulu mata, konjungtiva anemis atau tidak, palpebra, sklera, pupil isikor atau tidak, diameter pupil (normal 2-3 mm) dan reflek pupil. Konjungtiva pada klien dengan bronkopneumonia biasanya tampak pucat akibat intake nutrisi yang tidak adekuat.
c.    Hidung
           Bentuk kesimetrian, terdapat sekret atau tidak, terdapat pernapsan cuping hidung atau tidak, terdapat luka atau tidak. Pada klien bronkopneumonia akan terdapat pernapasan cuping hidung.
d.   Telinga
           Bentuk kesimetrian, kebersihan lubang teilnga, terdapat keluaran atau tidak, membran timpani, terdapt nyeri tekan atau tidak pada tragus dan mastoid, fungsi pendengaran baik atau tidak. Pada klien bronkopneumonia akan ditemukan OMA (otitis mendia akut) jika terjadi komplikasi.
e.    Mulut, Lidah dan gigi
Bentuk dan kesimetrian mulut, kebersihan mulut, lidah dan gigi, kelembaban, adanya sianosis atau tidak, kelengkapan gigi. Pada klien bronkopneumonia biasanya ditemukan sianosis akibat kurangnya suplai oksigen kejaringan.
f.    Leher
kelenjar getang bening.
g.   Thorax
           Bentuk dan kesimetrian pergerakan dada, adanya retraksi dinding dad atau tidak, kaji frekuensi pernapasan, irama pernapasan dan bunyi paru. Pada klien bronkopneumonia biasanya ditemukan bunyi ronchi saat auskultasi, adanya retaksi dinding dada, frekuensi napas lebih dari 40 kali permenit.
h.   Jantung
           Kaji adanya suara tambahan atau tidak saat auskultasi dan diperkusi. Pada klien dengan bronkopneumonia biasanya tidak ditemukan suara tambahan.
i.     Abdomen
           Bentuk dari kesistimewaan, bising usus, palpasi apakah ada pembesaran hati dan ginjal. Pada klien dengan bronkopneumonia biasanya ditemukan adanya ekspansi kuman melalui pembuluh darah yang masuk kedalam saluran pencernaan dan mengakibatkan infeksi sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus.
j.     Genitalia dan Anus
           Kaji kelainan atau tidak serta adanya luka atau lesi pada genitalia dan anus.
k.   Ekstremitas Atas dan Bawah
           Bentuk kesimetrian antara tangan kanan dan kiri, kelengkapan jari, kebersihan, adanya luka atau tidak, pertumbuhan bulu, terdapat sianosis atau tidak pada ujung jari, edema, capilary revil tima (CRT) kembali kurang dua detik atau tidak, tugor kulit, ROM, reflek bisep, trisep dan patela. Pada klien bronkopneumonia biasanya ditemukan sianosis pada ujung jari, biasanya CRT kembali lebih dari 2 detik.
8.   Pemeriksaan Diagnostik
a)      Pemeriksaan darah rutin akan menunjukan adanya leukositosis
b)      Foto sinar X dada akan menunjukan infiltrasi difus atau bercak, konsolidasi.
c)      Analisis gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan oksigenasi.
d)     Kultur darah, pewarnaan dan kultur sputum dapat menentukan organisme penyebab.

9.   Penatalaksaan
Pemberian oksigen 1-2 liter/menit, pemberian cairan intravena, pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder, nebulizer, fisioterapi dada dan koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.


10.  Analisa Data
Setelah data terkumpul maka tugas perawat adalah mengidentifikasi masalah-masalah keperawatan klien diantaranya dengan menganalisa data, yaitu dengan mengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. (Nursalam, 2001:36).

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperwatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu dan kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah dan merubah. (A Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan gangguan sitem pernapsan akibat bronkopneumonia menurut Doenges (1999:166-174), Wong (2003:436-466), Asih & Effendy (2003:69) diantaranya sebagai berikut :
a.       Tidak efekif bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeabronikal, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuratik, penurunan energi, kelemahan.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi), gangguan kapasitas pembawa oksigen darah (demam, perpindahan kurva oksihemoglobin), gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi).
c.       Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekutan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), tidak adekuat pertaahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidak nyamanan batuk berlebihan dan dispnea.
e.       Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Diagnosa keperawatan lain yang dapat muncul pada klien dengan bronkopneumonia menurut Dongoes (1999:171-173) dan Asih Effendy (2003:69) adalah sebagai berikut :
a)      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum, dan pengobatan aerosol, di abdomen/gas yang berhubungan dengan menelan udara selama episode dispnea.
b)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.
Selain pendapat diatas Dongoes mengemukakan adanya diagnosa keperawatan lain yang bisa terjadi pada klien dengan bronkopneumonia yaitu:
a)      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah), penurunan masukan oral.
Diagnosa keperawatan lain yang dapat muncul pada klien dengan bronkopneumonia menurut Wong (2003:436-466) adalah sebagai berikut :
a)      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit dan/atau hospitalisasi anak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
Diagnosa keperawatan harus diprioritaskan guna menentukan tindakan awal yang akan dilakukan perawat untuk memecahkan masalah klien. Diagnosa prioritas berorintasi terhadap 3 hal yang mempengaruhinya, diantaranya : berdasarkan sifat masalah, yakni aktual dan potensial, kebutuhan dasar manusia, menurut Moslow dan berdasarkan terhadap ancaman bahaya. (Gaffar, 1999:61).
Penentuan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas dengan menggunakan acuan tersebut diatas sebagai berikut :
a)      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuretik, penurunan energi, kelemahan.
b)      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler (efek inflamasi) gangguan kapsitas pembawa oksigen darah (demam, perpindahan kurva oksihemoglobin), gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi).
c)      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah), penurunan masukan oral.
d)     Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
e)      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum, dan pengobatan aerosol, disertai abdomen/gas yang berhubungan dengan menelan udara selama episode dispnea.
f)       Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), tidak adekuat pertahanan skunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malutrisi.
g)      Intoleransi aktivitas berhungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidak nyamanan batuk berlebihan dan dispnea.
h)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan) berhubungan dengan kurang terpajan, kelasahan interprestasi, kurang mengingat.
i)        Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit dan/atau hospitalisasi anak.
3.      Perencanaan
Perencanaan menurut Nursalam (2001:50) meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengkoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan pada klien bronkopneumonia berdasarkan diagnosa keperawatan diatas, adalah sebagai berikut :
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkhial, pembentukuan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuretik, penurunan energi, kelemahan.
Hasil yang diharapkan :
Mengidentifikasi /menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
Kriteria evaluasi :
Menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea sianosis.

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji frekuensi / kedalalaman pernapasan dan gerakan dada. (respirasi normalnya 30-50 kali/menit)

2.      Auskultasi area paru, cacat area penurunan/tidak ada aliran darah dan bunyi napas adventus misal krekels, mengi.

3.      Penghisapan sesuai indikasi.





4.      Bantu  mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterafi dan misal perkusi, drainase postural.

5.      Berikan obat sesuai indikasi : mukolotik ekspetoran, bronkodilator, analgesik.
6.      Berikan cairan tambahan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9% dalam perbandingan 3:1  jumlah yang diberikan sesuai berat badan, adapun kebutuhan cairan yang dibutuhkan untuk usia infant yaitu 120-160ml/kg).
7.      Awasi seri sinar X dada, GDA nadi oksimetri.

8.      Bantu bronkoskopi / torasentesis bila diindikasikan.
1.      Takpinea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nymanan gerakan dinding dan atau cairan paru
2.      Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial (normal pada bronkus) dapat juga pada area konsolidasi.
3.      Merangsang  batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan timgkat kesadaran.
4.      memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret.


5.      Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret dan menurunkan mobilisasi sekret.
6.      cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan memobilisasi sekret.





7.      Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.
8.      Kadang-kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa, mengeluarkan sekresi parulen, dan atau mencegah atelektasis.

b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan mambran alveolar-kapiler (efek inflamasi) gangguan kapsitas pembawa oksigen darah (demam, perpindahan kurva oksihemoglobin), gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi).



Hasil yang diharapkan :
Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distres pernapasan
Kriteria evaluasi :
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas (respirasi normalnya 30-50 x/menit)

2.      Obeservasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sektral (sirkumoral).
3.      Kaji status mental.




4.      Awasi frekuensi jantung atau irama.


5.      Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, misal :kompres hangat
6.      Pertahankan istirahat tidur.




7.      Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi tidur semi fowler).

8.      Observasi penyimpangan kondisi, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran dispnea berat, gelisah.

9.      Berikan terafi oksigenasi 1-2 liter/ menit.

10.  Awasi GDA dan nadi oksimentri.
1.      Manisfestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi dekat keterlibatan paru dan status kesehatan klien.
2.      Sianosis kuku menunjukan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam/menggigil.

3.      Gelisah mudah terangsang bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebal.
4.      Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
5.      Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial influenza) sangat mengakibatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen.
6.      Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk meudahkan perbaikan infeksi.

7.      Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
8.      Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
9.      Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 61 mmHg.
10.  Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.

c.       Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah), penurunan masukan oral.
Hasil yang diharpakan :
Menunjukan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan parameter individual yang tepat.

Kriteria evaluasi :
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vista stabil.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji perubahan tanda vital (peningkatan suhu/ demam memanjang, (suhu normal 36,5-37,5oC) takikardia, (normal nadi 120-160 kali/menit) hipotensi ortostastik).
2.      Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).



3.      Catat laporan mual/muntah.

4.      Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.

5.      Beri obat sesuai indikasi, misal : antipiretik, antiemetik.
6.      Barikan cairan tambahan IV sesuai keperluan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9% dalam perbandingan 3:1  jumlah yang diberikan sesuai berat badan, adapun kebutuhan cairan yang dibutuhkan untuk usia infant yaitu 120-160ml/kg).

1.        Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan malalui evaporasi.


2.        Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3.        Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4.        Memberikan informasi tentang keadekuatan volume ciran dan kebutuhan penggantian.



5.        berguna menurunkan kehilangan cairan.
6.        Pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan

d.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
Kriteria evaluasi :
Menunjukan rilex, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Tentukan karakteristik nyeri misal : tajam konstan, ditusuk. Selidiki perubahan lokasi/intensitas nyeri.


2.      Pantau tanda vital.


3.      Berikan tindakan nyaman, misal : pijatan punggung, perubahan posisi dengan cara di gendong oleh orang tuanya.

4.      Lakukan pembersihan mulut dengan sering.


5.      Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
1.       Nyeri dada, biasanya ada dalam bebrapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perkarditus dan endokarditis.
2.       Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjuk kan bahwa pasien mengalami nyeri.
3.       Tindakan nonalgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terafi analgesik.
4.       pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membrane mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5.       Dapat menekan batuk non produktif/ proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/ istirahat umum.

e.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum, dan pengobatan aerosol, disertai abdomen/gas yang berhubungan dengan menelan udara selama episode dispnea.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukan peningkatan nafsu makan.
Kriteria evaluasi :
Mempertahankan/meningkatkan berat badan.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah misal : sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat nyeri.

2.      Bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan drainase postural, dan sebelum makan.


3.      Jadwalkan pengobatan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

4.      Auskultasi bunyi usus. Observasi palpasi distensi abdomen (bising usus normalnya 4-12 kali/menit).




5.      Barikan makan porsi kecil dan sering.

6.      Evaluasi status nutrisi umum ukur berat badan dasar.
1.      Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.



2.      Meningkatkan rasa bau dari lingkungan pasien, dapat menurunkan mual dan menjaga kebersihan mulut.

3.      Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.
4.      Bunyi usus mungkin menurun/ tidak ada bila proses infeksi berat/ memanjang. Distensi abdomen terjaid sebagai akibat menelan udara atau menunjukan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastrointestinal.
5.      Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
6.      Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan atau/ lambatnya respons terhadap terapi.
f.       Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malutrisi.
Hasil yang diharapkan :
Mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Kritesia evaluasi :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi, mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan menurunkan resiko infeksi.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Pantau vital dengan ketat, khususnya selama awal terapi

2.      Batasi pengunjung sesuai indikasi.

3.      Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.

4.      Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas dengan aktivitas sedang, tingkatan masukan nutrisi adekuat.

5.      Awasi keefektifan terapi antimikrobial.
6.      Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum dan darah, misalnya penisilin, eritromisin.
1.       Selama periode waktu ini resiko komplikasi fatal (hypotensi/syok) dapat terjadi.
2.       Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
3.       Mencegah penyebaran/ melindungi pasien dari proses infeksi lain.
4.       Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah.


5.       Tanda perbaikan kondisi harus terjadi dalam 44-48 jam.
6.       Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobakterial pneumonia.


j)        Intoleransi aktivitas berhungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidak nyamanan batuk berlebihan dan dispnea.
Hasil yang diharpkan/kriteria evaluasi
Menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan  tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
2.      Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
3.      Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.

4.      Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atur tidur
5.      Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
1.      Menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.


2.      Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3.      Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metaboli, menghemat energi untuk penyembuhan.
4.      Pasien mungkin nyaman dengan kepala dingin.

5.      Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

k)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan) berhubungan dengan kurang terpajan, kelasahan interprestasi, kurang mengingat.
Hasil yang diharpkan :
Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan
Kriteria evaluasi :
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Diskusikan lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan. Identifikasi perawatan diri dan kebutuhan/ sumber pemeliharaan rumah.






2.      Berikan informasi kepada orang tua dalam bentuk tertulis dan verbal.

3.      Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selam periode yang dianjurkan.



4.      Buat langkah untuk meningkatakan kesehatan umum dan kesejahteraan, miasl : istirahat dan aktivitas, diet baik.

5.      Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan vaksin/ imunisasi dengan tepat.

6.      Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan, misal : peningkatan dispnea, nyeri dada, kelemahan memanjang, kehilangan berat badan, demam/ menggigil, menetapnya batuk produktif, perubahan mental.
1.      Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan maslah berlebihan. Gejala pernapsan mungkin lambat untuk membaik, kelemahan dan kelelahan dapat menetap selama periode yang panjang. Faktor ini dapat berhubungan dengan depresi dan kebutuhan untuk berbagai bentuk dukungan dan bantuan.
2.      Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi/ mengikuti program medik.
3.      Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus, dan menghambat makrofag alveolar, mempengaruhi pertahanan alami tubuh melawan infeksi.
4.      Mningkatkan pertahanan alamiah/ imunitas, membatasi terpajan pada patogen


5.      Dapat mencegah kambuhnya penyakit dan/ atau komplikasi yang berhubungan.

6.      Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah/ meminimalkan komplikasi.

l)        Kecemasan (orang tua dan anak )berhubungan dengan penyakit dan/atau hospitalisasi anak.
Hasil yang diharpkan
Orang tua menganjurkan pernyataan yang tepat mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang serta terlibat secara positif dalam perawatan anak.
Kriteria evaluasi
Pasien (keluarga) mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan kemampuan untuk melakukan koping.

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dan dukungan.


2.      Gali persaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi dan penyakit anak.

3.      Jelaskan tentang terapi dan perilaku anak.

4.      Anjurkan perawatan yang berpusat pada kluarga dan ajnurkan anggota keluarga agar telibat dalam perawatan anak.
1.      Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekhawatiran dan kebutuhan orang tua akan informsi dan dukungan yang harus diberikan.
2.      Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi keluarga akan hospitalisasi dan penyakit anaknya.
3.      Membrikan informasi, perilaku dan kebutuhan anak sesuai tingkat usia.
4.      Memandirikan orang tua dalam merawat anaknya.

4.      Penatalaksnaan/Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al, 1966). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. (Nursalam, 2001:63)

5.      Evaluasi
Evaluasi adalh tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan implementasi sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kesalahan atau keapalan yang terjadi selama tehap pengkajian, analisa perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Proses keperawatan yang tepat pada praktek keperawatan akan memberikan keuntungan pada klien da perawat. Kualitas asuhan keperawatan diharpkan dapat ditingkatkan, perawat dapat mendemonstrasikan tanggung jawab dan tanggung gugatnya yang merupakan salah satu ciri profesi.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Sedangkan evaluasi sumantif adalah evaluasi hasil terhadap perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien dan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah di tentukan. (Nursalam, 2001:74).
Pada asuhan keperawatan klien dengan bronkopneumonia harus dievaluasi tujuan dari setiap diagnosa keperawatan sehingga dapat dibuat penilaian apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi sesuai dengan pencapaian kriteria hasil yang telah ditentukan pada tujuan berdasarkan diagnosa. Hal ini harus di evaluasi untuk kasus bronkopneumonia ini diantaranya adalah keefektifan jalan napas, keefektifan pola napas, keadekuatan pertukaran gas, keseimbangan cairan, kecemasan orang tua anak, penegtahuan orang tua, toleransi aktivitas klien, dan keadekuatan nutrisi.

































Tidak ada komentar:

Posting Komentar